/* */

Rabu, 22 Mei 2013



Apa yang menarik dari kisah Harry Potter? Bagi saya, novel remaja tersebut telah menyelipkan sebuah adegan menarik sekaligus mengharukan: kekuatan cinta seorang ibu. Voldemort―penyihir hitam paling ditakuti―tiba-tiba kehilangan seluruh kekuatannya ketika ingin membunuh seorang bayi, setelah sebelumnya berhasil menghabisi orang tua si bayi. Dunia mistik menjai gempar atas kekalahan penyihir tersebut. Ternyata, sampai detik-detik kematiannya, sang bunda masih terus berupaya menyelamatkan Harry Potter yang masih bayi itu. Kekuatan cinta seorang ibu mampu melindungi sang anak dari bahaya.

Lepas dari kisah Harry Potter, pernahkah kita menghitung berapa liter beras dan berapa jenis makanan yang telah dimasak oleh seorang ibu untuk anaknya, berapa meter lantai telah disapu dan dipel oleh seorang ibu, berapa banyak keheningan malam dilalui sang ibu yang terjaga untuk anaknya, berapa kali kedua tangan sang ibu terangkat ketika berdoa, dan berapa banyak air mata mengalir ketika bersujud mendoakan kebahagiaan dan keselamatan anaknya. Sang ibu telah bertahun-tahun menjelma menjadi perawat untuk penyakit batuk, demam, flu, cacar, atau pun sekadar luka di kaki akibat terjatuh.

Ketika seorang sahabat Nabi bertawaf di Ka'bah sambil menggendong ibunya yang sudah sepuh, ia bertanya pada Rasul yang mulia, "Dengan ini apakah aku sudah bisa dikatakan membayar lunas jerih payah ibuku?"

Nabi menjawab," Tidak! Bahkan rasa sakit ibumu saat melahirkanmu pun tak pernah cukup terbayar dengan itu!"

Dalam bahasa lain, andai saja Anda mempunyai gunung emas yang kemudian Anda berikan semuanya berikut seluruh perbendaharaan harta Anda yang lain untuk mengganti semua yang telah dilakukan oleh seorang ibu, niscaya itu semua belum mampu membayar satu malam saja saat ibu mengasuh Anda. Tidak pernah ada kata "cukup","lunas", dan "terbayar" untuk membalas cinta seorang ibu.

Kita durhaka pada bunda bila bunda tinggal di rumah kecil dan bocor di sana-sini, sementara kita tinggal di tempat yang nyaman; kita berdosa bila kita menikmati makan siang yang lezat dan penuh gizi sementara ibunda hanya makan seadanya; kita berdosa bila menghitung biaya sekolah anak dan karena itu menghindar membelikan obat bagi bunda yang tengah sakit; kita tergolong anak durhaka bila kita sanggup piknik atau jalan-jalan dengan istri, namun selalu saja punya alasan untuk tidak bersilaturahmi ke tempat ibu (atau berziarah ke kuburannya bila ibu telah tiada). Jangan gunakan logika untuk berkhidmat pada ibu. Balas cintanya dengan cintamu. Rida Allah terletak pada rida orang tua, begitulah ajaran agama kita.

Bagaimana kita bisa membagi cinta kita untuk keluarga, pekerjaan, dan sekaligus untuk ibunda? Jawabannya: kita tidak pernah membagi cinta; tetapi kita selalu melipatkgandakannya.Balaslah kekuatan cinta ibu dengan ketulusan cinta kita; insya Allah―seperti diilustrasikan dalam kisah Harry Potter di atas―cinta sang ibu akan terus melindungi kehidupan kita.

Ya Rabbi! Ampuni dosa kami dan dosa kedua orangtua kami, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka telah menyayangi kami sewaktu kecil.[]

Wollongong, 10 April 2001



ditulis oleh Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), Ph.D.

ditulis di sebuah buku berjudul "Mari bicara iman" yang diterbitkan oleh penerbit zaman

Posting Komentar